Dinding Putih

Coba ceritakan kepadaku, cerita apa itu di dinding kamarmu.

Nampak sedih nian ceritanya.

Sampai kau sering berlama-lama membacanya.

Hingga berlinang itu airmata.

Di dalam diammu, sebelum lelap memunggungiku.

 

Aku sering coba membacanya, tapi tak ada satupun aksara.

Yang kulihat hanya dinding putih, di mana ceritanya?

Kau simpan di mana cerita sedih itu?

Ceritakan padaku, biar kutau darimana airmatamu.

 

Mengapa kau sering berlama-lama menatapnya, bukan wajahku.

 

Siapa di Sana?

Melupakanmu bukan perkara mudah. Mencintaimu pun susah

Aku berharap semua baik-baik saja. Sampai nanti saatnya, entah lupa atau luka yang berceria

Lalu kicau burung berkisah tentang seorang wanita dan pria yang sempat jatuh cinta

Hanya saja ada yang tertinggal di ingatannya; tentang bunga-bunga yang layu, daun-daun yang tak tersapu, sebuah cermin yang berdebu

Apa adanya

Sampai nanti aku bersahabat dengan kata, hingga tak perlu bersuara; hingga lupa pernah luka

Siapa di sana


Jadi Biasa Saja

Tak perlu menjadi beda karna kita memang tak sama

Tak perlu selalu sama, kita terlahir sudah beda
Jadi biasa-biasa saja, lakukan yang bisa, perbaiki yang ada

Tak perlu dibuat-buat berbeda, karna tak selalu berguna
Jadi biasa-biasa saja, lakukan yang perlu, kalau perlu buat yang baru

Aku Menyayangimu Karena Kau Manusia

**Karya Mustofa Bisri (Gus Mus)

Aku menyayangimu karena kau manusia
Tapi kalau kau sewenang-wenang pada manusia
Aku akan menentangmu, karena aku manusia

Aku menyayangimu karena kau manusia
Tapi kalau kau memerangi manusia
Aku akan mengutukmu, karena aku manusia

Aku menyayangimu karena kau manusia
Tapi kalau kau menghancurkan kemanusiaan
Aku akan melawanmu, karena aku manusia

Aku akan tetap menyayangimu karena kau manusia
karena kau tetap manusia

Bukan Pada Waktunya

Mungkin ada benarnya,
Luka adalah lupa yang teringat bukan pada waktunya
Belum sembuh benar sudah terbuka lagi
Belum terisi sempurna sudah menguap lagi
Belum juga lupa, kamu muncul lagi

Ada yang keras kepala malam ini, rindunya tak mau disuruh pulang, “rumahku sudah dibongkar,” katanya
Padahal aku ingin dia mengajak kamu pulang; lengan ini butuh merengkuh, ruang ini butuh suara tawa, kosong ini terlalu sunyi

Daun-daun

Angin tidak selalu membawa kabar tentang mendung dan hujan
Tak jarang ia membawa daun-daun ke rambutmu
Sejenak singgah hingga akhirnya, entah oleh angin atau tanganmu, daun-daun itu tidak lagi di rambutmu
Sayang, semoga aku bukan daun-daun itu.